Close

CPO (Crude Palm Oil) merupakan olahan minyak kelapa sawit yang saat ini menjadi komoditas strategis nasional dan diperdagangkan secara global. Komoditas ini merupakan input beberapa Industri yang bergerak di sektor bahan bakar biodiesel, olahan makanan, bahkan kosmetik dan sabun. Indonesia merupakan negara penghasil CPO terbesar di dunia kemudian disusul Malaysia di urutan kedua. Saat ini minyak sawit merupakan salah satu komoditas penopang perekonomian nasional dan produknya diharapkan mampu menjadi tonggak utama energi di masa depan.

Pandemi covid-19 sempat menyebabkan permintaan akan komoditas kelapa sawit menurun sejak Januari hingga Mei. Penurunan ekspor terjadi hampir ke semua negara tujuan yaitu ke China turun 381 ribu ton (-57%), ke  EU turun 188 ribu ton (-30%), ke India turun 141 ribu ton (-22%), dan ke Amerika Serikat turun 129 ribu ton (-64%). Namun, setelah kebijakan pelonggaran Lockdown di beberapa negara dan pemulihan kembali perekonomian China, permintaan komoditas CPO kembali meningkat. Alhasil harga minyak sawit ikut terdongkrak naik 48% dari bottom RM 1900 di bulan Mei 2020 dan saat ini diperdagangkan di 2870 RM

Crude Palm Oil (RM)

Selain karena permintaan, perubahan harga CPO juga dipengaruhi oleh faktor eksternal baik berupa hambatan tarif dan non-tarif, hambatan non tarif dapat berupa standar kualitas negara importir CPO Indonesia, sentimen negatif sebagai dampak dari persaingan antar minyak nabati dunia maupun perbedaan cuaca dan iklim di berbagai negara. Hambatan tarif dan non-tarif tersebut akan berdampak terhadap penurunan volume ekspor produk minyak sawit Indonesia.

Pada sesi perdagangan 16 Oktober 2020, harga CPO terkoreksi sebesar -2,48%. Penurunan tersebut kemungkinan besar disebabkan karena sentimen yang datang dari anjloknya harga minyak kedelai. Karena, harga minyak kedelai kontrak pengiriman September di bursa Chicago Board of Trade (CBOT) anjlok sebesar 1,65%. Berdasarkan teknikalnya, penurunan tersebut bersifat sementara dan jangka pendek. Potensi penurunannya menuju support di level 2850. Selanjutnya harga CPO berpotensi terkerek kembali melanjutkan tren naiknya di tengah produksi CPO yang cenderung menurun. Penurunan produksi ini diprediksi karena faktor eksternal yaitu iklim dan cuaca.

Fenomena  La Nina dikabarkan akan melanda kawasan Asia Pasifik termasuk Malaysia dan Indonesia pada bulan Oktober-Januari 2021. Hal tersebut dapat mengancam produktivitas dan distribusi komoditas CPO sehingga menimbulkan kelangkaan dan memicu kenaikan harga. Fenomena La Nina ini ditandai dengan kenaikan curah hujan mencapai 40 persen dibandingkan dengan kondisi normal. Berkaca pada pengalaman yang lalu, fenomena La Nina umumnya dibarengi dengan maraknya banjir di Indonesia dan Malaysia. Selain mengakibatkan gangguan pada aktivitas panen, banjir juga dapat merusak stok sehingga tidak hanya harga CPO dan turunannya saja yang akan terkerek naik tetapi juga komoditas pertanian lainnya. 

Potensi curah hujan yang terjadi di Indonesia bersifat menyeluruh. Kacuali Sumatera menjadi daerah dengan probabilitas 27% yang terdampak La Nina. Artinya Sumatera masih berpotensi menjadi daerah penyuplai CPO ditengah macetnya produksi CPO di Malaysia dan beberapa daerah di Indonesia meskipun tidak maksimal. Ketidakpastian tersebut yang mengakibatkan prediksi setiap investor bervariasi dan cenderung menggerakkan pasar saham-saham CPO. Kehati-hatian dalam berinvestasi di tengah situasi pandemi dan perubahan iklim tetap menjadi keutamaan saat ini.   

Kesimpulan :

Koreksinya CPO pada perdagangan 16 September 2020, diprediksi karena sentimen yang datang dari anjloknya harga minyak kedelai. Untuk perdagangan selanjutnya diprediksikan harga CPO naik seiring dengan permintaan yang meningkat juga adanya fenomena La Nina yang berpotensi menurunkan produksi dan menghambat distribusi sehingga memicu kelangkaan dan kenaikan harga.

Potensi kenaikan CPO ini tentu akan menjadi motor penggerak saham-saham sektor agri seperti $AALI $LSIP $SIMP $BWPT dan saham perkebunan lainnya.

Saham apa yang menarik untuk ditradingkan?

Join Private Trading Room

Market Intelligent: Dianita A
Editor: Yusuf Efendi

Disclaimer on

Analisa dibuat oleh YEFTrader secara independen dengan itikad baik. Keputusan beli dan jual ada ditangan member sepenuhnya. Cermati dan analisa kembali sebelum memutuskan beli ataupun jual. Informasi diatas hanya diperuntukan member Private Trading Room. Dilarang keras menyebarluaskan info diatas tanpa seizin YEF.

Social Share