Negara tetangga kita, Singapura baru saja mengumumkan terjadinya resesi akibat pertumbuhan ekonomi dalam 2 kuartal berturut-turut mengalami kontraksi. Pertumbuhan ekonomi Singapura pada kuartal kedua 2020 ini mengalami kontraksi hingga 41,2%. Sebelumnya, pada kuartal pertama 2020 Singapura telah mengalami kontraksi pertumbuhan ekonomi sebesar 2,2% dan dengan terjadinya kontraksi pertumbuhan ekonomi dalam 2 kuartal secara berturut-turut menjadikan Singapura masuk dalam kondisi resesi ekonomi.
Lalu apakah terjadinya resesi di Singapura ini bisa juga terjadi di Indonesia dan apa dampaknya terhadap pasar saham di Indonesia?
Tak berselang lama setelah pemerintah Singapura resmi mengumumkan bahwa negaranya mengalami resesi, pemerintah Indonesia melalui pernyataan yang disampaikan Presiden Joko Widodo mengatakan bahwa jika saat awal terjadinya pandemi COVID-19 di Indonesia pemerintah memilih melakukan lockdown, maka potensi kontraksi pertumbuhan perekonomian yang akan dialami Indonesia bisa mencapai -17%. Saat itu desakan untuk melakukan lockdown sangat kuat yang ditujukan untuk memutus rantai penyebaran pandemi ini. Namun, pemerintah lebih memilih mengambil kebijakan pembatasan sosial skala besar (PSBB). Hasilnya pada kuartal pertama 2020, pertumbuhan ekonomi Indonesia masih bisa berada pada zona positif sebesar 2,97%.
Meskipun positif, ternyata pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal pertama 2020 sebesar 2,97% tersebut merupakan pertumbuhan terendah dalam 5 tahun terakhir seperti tergambar pada grafik di atas. Hal ini menandakan bahwa tekanan yang ditimbulkan pandemi ini terhadap perekonomian Indonesia sangat besar. Bahkan pada saat itu kebijakan pemerintah soal PSBB ataupun social distancing belum diterapkan.
Sedangkan untuk kuartal kedua 2020 ini, pemerintah Indonesia memproyeksikan pertumbuhan perekonomian akan mengalami kontraksi hingga -4,3% atau berubah lebih rendah dari proyeksi sebelumnya sebesar -3,8%. Tekanan perekonomian di kuartal kedua ini disebabkan oleh kebijakan-kebijakan untuk menekan laju penyebaran pandemi ini seperti kebijakan PSBB maupun WFH secara masif di beberapa daerah. Alhasil jika realisasinya sesuai proyeksi ini, maka tekanan terhadap perekonomian Indonesia di kuartal ketiga nanti akan sangat berat. Hal ini dikarenakan apabila pertumbuhannya mengalami kontraksi di kuartal ketiga nantinya, maka bisa dikatakan Indonesia mengalami resesi ekonomi karena selama dua kuartal berturut-turut pertumbuhan ekonominya mengalami kontraksi.
Bagaimana dampak bagi pasar saham Indonesia jika seandainya Indonesia mengalami resesi ekonomi?
Turunnya pertumbuhan ekonomi pada kuartal pertama 2020 lalu, sepertinya menjadi salah satu sentimen negatif yang menyebabkan kinerja IHSG anjlok hingga mengalami koreksi sebesar -27,95%. Selain tentunya sentimen utama yaitu kekhawatiran akan perluasan pandemi COVID-19. Namun, hal yang berbeda terjadi di kuartal kedua ini, meskipun berbagai kalangan menilai bahwa pada kuartal kedua nanti pertumbuhan ekonomi Indonesia akan mengalami kontraksi, namun kinerja IHSG justru cenderung membaik dengan mengalami kenaikan sebesar 7,89% sepanjang kuartal kedua 2020. Menurut analisa kami, sentimen negatif tersebut tertutupi oleh berbagai stimulus-stimulus yang diberikan pemerintah untuk mengendalikan krisis perekonomian akibat pandemi ini. Selain itu kebijakan pemerintah yang lebih memilih memberlakukan PSBB atau social distancing ketimbang melakukan lockdown juga kemungkinan menjadi salah satu faktor yang mengatrol kinerja IHSG di kuartal kedua lalu. Apalagi kebijakan pelonggaran PSBB di beberapa daerah sudah mulai diberlakukan sejak awal bulan Juni lalu.
Namun, investor maupun trader masih wajib waspada dalam menyikapi hal ini. Karena apabila pada kuartal ketiga nanti ternyata pertumbuhan perekonomian Indonesia kembali mengalami kontraksi dan Indonesia dilanda resesi ekonomi, maka hal ini berpotensi menjadi sentimen negatif yang akan menyebabkan kinerja IHSG kembali terperosok atau mengalami koreksi yang cukup dalam. Meskipun sebenarnya kita tetap optimis bahwa kinerja perekonomian Indonesia akan membaik di kuartal ketiga nanti karena berbagai stimulus yang disiapkan pemerintah, namun tidak ada salahnya bagi para investor maupun trader untuk selalu mengamati serta mengawasi kondisi pasar. Bahkan meskipun nantinya benar terjadi resesi dan pasar saham terpengaruh sentimen negatif tersebut, investor justru harus memanfaatkan tersebut untuk berinvestasi pada saham-saham berfundamental baik yang harganya murah atau terdiskon.
Baca lagi: Pandemi Menekan Emiten Perhotelan
Kesimpulan
Proyeksi pemerintah serta berbagai kalangan yang menilai bahwa pada kuartal kedua nanti pertumbuhan ekonomi Indonesia akan mengalami kontraksi, menyebabkan beban kinerja perekonomian semakin berat di kuartal ketiga nanti. Karena bisa dikatakan saat ini Indonesia sedang teranca mengalami resesi akibat adanya pandemi COVID-19 ini. Meskipun nantinya stimulus-stimulus yang diberikan pemerintah tidak dapat mengangkat perekonomian dan akhirnya terjadi resesi, maka hal ini bisa menjadi sentimen negatif yang cukup besar untuk mempengaruhi koreksi pada pasar saham Indonesia atau IHSG. Namun, investor dan trader justru bisa memanfaatkan momentum saat itu untuk berinvestasi pada saham-saham berfundamental baik dan layak investasi karena potensi recovery-nya lebih besar.
Untuk berdiskusi dan bertanya seputar saham-saham layak investasi dan berfundamental baik anda dapat, menghubungi kami melalui Telegram dan WhatsApp.
Investasi bersama YEF dengan Join Private Investing Room, dapatkan rekomendasi saham layak investasi lengkap dengan investing plan, panduan akumulasi sampai distribsusi dan juga dapat berkonsultasi dengan tim advisor untuk memperbaiki portofolio atau merancang rencana investasi
Join Private Investing Room sekarang juga
Market Intelligent: Danny Ramadhan
Editor: Novi DA