Melalui keterbukaan Bursa Efek Indonesia (BEI) pada akhir bulan September kemarin, PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR) dikabarkan akan melakukan pemecahan nilai nominal saham, atau yang biasa dikenal dengan istilah stock split. Stock split diharapkan dapat memberikan efek psikologis positif bagi para investor. Harga saham UNVR yang saat ini masih dikisaran Rp 44000-an per lembar, akan dipecah agar lebih terjangkau. Diharapkan, investor akan lebih tertarik untuk mengoleksi saham UNVR. Selain itu, stock split juga diharapkan bisa mendorong pertumbuhan BEI karena adanya peningkatan likuiditas perdagangan saham UNVR. Namun, pihak UNVR sendiri belum menyebutkan berapa perubahan nominal yang akan ditetapkan. Nominal ini akan diusulkan pada saat Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB).
Menyusul UNVR, kabarnya BBCA juga akan melakukan stock split di tahun 2020. Pertimbangan BBCA ini, didasari dengan harga sahamnya yang stabil di sekitar Rp 30000-an per lembar dan tingginya minat investor untuk mengkoleksi emiten bank terbesar di Indonesia ini. BBCA sendiri sudah tidak asing dengan stock split, karena sudah pernah melakukan 3 kali stock split pada tahun 2000, 2004, dan 2008.
Baca Juga: Jebakan Mematikan Dividend Hunter
Stock split merupakan sebuah aksi korporasi perusahaan yang dilakukan dengan memecah nilai nominal saham kedalam nilai nominal yang lebih kecil. Pemecahan tersebut dilakukan dengan menggunakan rasio tertentu, sehingga jumlah saham yang beredar akan lebih banyak tanpa mengurangi nilai modal dari seorang investor.
Bagaimana dampak stock split terhadap kinerja harga saham dalam jangka pendek dan menengah?
Mari kita ulas kebijakan stock split yang telah dilakukan perusahaan-perusahaan lain.
Kami akan menggunakan sampel data historis beberapa emiten yang pernah melakukan stock split dalam kurun waktu 10 tahun terakhir, dengan tolak ukur kinerja 3 bulan untuk jangka pendek dan 6 bulan untuk jangka menengah panjang.
Beberapa perusahaan tersebut diantaranya adalah:
- PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk ($JPFA),
- PT Astra International Tbk ($ASII),
- PT Surya Citra Media Tbk ($SCMA),
- PT Ace Hardware Indonesia Tbk ($ACES),
- PT Telekomunikasi Indonesia Tbk ($TLKM),
- PT Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk ($HMSP),
- PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk ($ICBP),
- PT Mayora Indah Tbk ($MYOR),
- PT PP Properti Tbk ($PPRO),
- PT Barito Pacific Tbk ($BRPT),
- PT Medco Internasional Tbk ($MEDC),
- PT Bank Mandiri Tbk ($BMRI),
- PT Bank Rakyat Indonesia Tbk ($BBRI),
- PT Bukit Asam Tbk ($PTBA),
- dan PT Mitra Adiperkasa Tbk ($MAPI).
Berdasarkan data yang kami sajikan dalam tabel diatas, dapat dilihat bahwa setelah 3 bulan stock split, kinerja 11 saham mengalami kenaikan dan 4 saham mengalami penurunan. Sedangkan untuk jangka waktu 6 bulan juga sama, kinerja 11 saham mengalami kenaikan dan 4 saham mengalami penurunan.
Baca Juga: Indonesia Terjerat Slowbalisasi
Kesimpulannya,
Rata-rata harga saham yang melakukan stock split akan cenderung menguat dalam jangka waktu 3 dan 6 bulan. Menurut kami, kenaikan ini disebabkan karena para investor lebih tertarik untuk membeli saham dengan nominal yang lebih murah.
Walaupun demikian, ada juga perusahaan yang kinerjanya turun. Perlu diingat bahwa naik turunnya harga saham setelah stock split juga dipengaruhi oleh faktor lain, seperti fundamental perusahaan. Jika fundamentalnya mendukung, maka harga saham juga tentu mudah untuk naik.
Anda membutuhkan strategi berinvestasi yang aman dan nyaman?
Join Private Investing Room (PIR) untuk mendapatkan rekomendasi dan panduan investasi saham, lengkap dengan analisa fundamentalnya. Anda juga dapat berkonsultasi mengenai portofolio dan proyeksi saham yang saat ini sedang atau ingin anda investasikan.
Daftar sekarang
Link registrasi : yefadvisor.com/register
Market Intelligent: Mutik Dian Prabaning Tyas
Editor: Yusuf Efendi