Akhir-akhir ini, pelaku pasar modal Indonesia baik trader maupun investor sedang ramai membahas harga saham $TELE yang turun terus menerus. Apalagi, $TELE juga sempat terkena suspend setelah munculnya kabar miring atas emiten ini di berbagai media.
Otoritas Bursa Efek Indonesia (BEI) sempat menghentikan sementara perdagangan efek PT Tiphone Mobile Indonesia ($TELE), sejak sesi pertama pada perdagangan 18 Februari 2020. Penghentian ini dilakukan karena penundaan pembayaran bunga ke-empat dan pelunasan pokok atas Obligasi Berkelanjutan II Tahap I Tahun 2019. Obligasi tersebut mempunyai nilai pokok senilai RP 53 miliar dengan tingkat bunga 11,5% per tahun.
Walaupun demikian, perusahaan membantah telah melakukan gagal bayar atas bunga dan pokok obligasi yang sudah jatuh tempo. Perusahaan mengaku telah melakukan kewajibannya untuk melakukan pembayaran kepada pemegang obligasi secara langsung. Namun, pihak PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) tidak mengakui proses pembayaran yang dilakukan oleh perusahaan karena dianggap menyalahi teknis pembayaran. Direktur Utama $TELE, Tan Lie Pin mengatakan bahwa terjadi kesalahpahaman mengenai persoalan administrasi dan bukan karena hal lain. Tan Lie Pin juga menegaskan jika perseroan masih memiliki dana internal yang cukup untuk melunasi kewajibannya.
Baca Juga: Diworsification vs Diversification
Kabar miring ini membuat harga saham $TELE kembali jatuh pada beberapa hari terakhir perdagangan. Padahal harga saham $TELE (PT Tiphone Mobile Indonesia Tbk) sudah jeblok sejak tahun 2017.
Dari awal tahun 2019 saja hingga saat ini (21/02/20), harga saham TELE telah mencatatkan penurunan secara signifikan sebesar -83,23% dari harga Rp 940 menjadi Rp 156 per lembar.
Lalu, Apa penyebab Penurunan Signifikan Saham $TELE?
1. $TELE Downtrend Sejak 2017
Penurunan harga saham $TELE sudah terlihat secara teknikal sejak mencapai puncak di harga 1315 pada bulan Juli 2017, yang kemudian mengalami tren turun dengan indikasi membentuk beberapa lower high. Tren turun saham $TELE ini terus berlanjut hingga saat ini, meskipun sempat pullback secara signifikan pada bulan Oktober-Desember 2019 dari harga 625 hingga 940-an. Namun tak disangka kenaikan ini hanya sementara, dan bahkan bisa disebut kenaikan ini hanya untuk turun lebih dalam.
2. Kinerja $TELE 9M 2019 Mengecewakan
Tentu penurunan secara teknikal ini juga dicerminkan dari kinerja PT Tiphone Mobile Indonesia Tbk ($TELE) yang juga buruk. Dari laporan keuangan perusahaan, hingga September 2019 pendapatan $TELE merosot sebesar -12,2% dari Rp 22,7 triliun menjadi Rp 19,9 di periode sama tahun sebelumnya. Laba bersih tahun berjalan saham $TELE pun turun sebesar -11,5% dari RP 432 miliar menjadi Rp 383 miliar di periode sama tahun sebelumnya.
Baca Juga: Dollar Cost Averaging
3. Sentimen Outlook Negatif Fitch Rating
Sebelumnya, pada Juli 2019 Lembaga pemeringkat Fitch Rating Indonesia telah menarik peringkat PT Tiphone Mobile Indonesia Tbk karena $TELE mengundurkan diri dari daftar pemeringkatan Fitch Ratings.
Peringkat Tiphone oleh Fitch sebalumnya memperoleh peringkat “BB+(idn) dengan outlook negative. Peringkat Nasional di kategori ‘BB’ ini menunjukkan risiko gagal bayar yang meningkat.
Jadi, bisa dikatakan sebenarnya penurunan harga saham $TELE ini sudah terbaca cukup lama secara teknikal maupun fundamental. Seharusnya kondisi seperti saham $TELE ini harus segera diantisipasi oleh sebelum kondisi semakin memburuk lagi.
Penurunan harga saham yang cukup signifikan dan suspensi perdagangan sangat merugikan investor, namun itu adalah risiko berinvestasi saham. Anda sebagai investor harus bisa melakukan antisipasi lebih awal sebelum terjadi hal kurang menguntungkan seperti yang dialami investor saham $TELE.
Tenang, kini anda tidak perlu pusing lagi karena anda bisa berkonsultasi dengan tim advisor kami untuk memastikan investasi anda aman.
Join Private Investing Room dapatkan rekomendasi saham-saham layak investasi, panduan akumulasi hingga distribusi serta anda juga bisa berkonsultasi terkait portofolio dan investing plan anda
Sumber:
Laporan Keuangan TELE
CNBCIndonesia.com
Market Intelligent: Jack Darmono
Editor: Avicena JM